Kamis, 25 Maret 2010

Bagimana membangun Keluarga Qur'an






Merupakan dambaan bagi setiap mukmin sejati memiliki sebuah keluarga qurani. Keluarga yang didalamnya selalu ramai dengan suara quran. Didalamnya tidak pernah sepi dari aktifitas qurani. Membacanya, menghafalnya,mentadabburinya,mengamalkannya.Ibu, bapak, anak – anak, mertua, orang tua, bahkan khodimatpun (pembantu) ikut terlibat meramaikan suasana rumah dengan Al Quran. Indah. Sangat indah. Keindahannya digambarkan oleh sebuah ungkapan indah dari seorang sastrawan sekaligus mujahid dakwah syekh sayyid qutb rohimahullah. Alhayyah fi zilalil quran ni'mah, ni'matun laa ya'rifuha illa man dzaaqoohaa. "hidup dibawah naungan alquran begitu nikmat, kenikmatannya tidak pernah dirasakan kecuali oleh orang-orang yang pernah merasakannya. Dan kitapun ingin merasakannya. Kita begitu mendambakan bisa meraih kenikmatan alquran bukan hanya sendirian, namun orang-orang terdekat kitapun bisa merasakannya. Begitu banyak gambaran emas yang berserakan yang menggambarkan kesukesan keluarga qurani. Merekalah yang menginpirasi kita untuk menduplikasikan kesuksesan mereka dalam membentuk keluarga qurani. Kita simak resep mereka dalam membentuk keluarga qurani.

1. Membangun visi
Modal awal untuk membentuk keluarga qurani adalah mempunyai visi qurani. Bagaimana menghadirkan di dalam otak kita bahwa al quran itu adalah cita cita keluarga, sumber kebahagiaan itu adalah alquran, sukses itu adalah jika ada diantara anggota keluarga kita penghafal alquran. Yang memegang peranan penting untuk membangun visi ini adalah seorang pemimpin tertinggi dikeluarga yaitu suami. Suami membangun visi, istri yang menerjemahkannya dilapangan. Maka sangat tepat jika ibu dikatakan sebagai sekolah pertama bagi anak-anaknya. Tentu saja dengan dukungan suami yang totalitas sebagaimana orang orang terdahulu mencontohkannya. Seperti ayahanda dari imam syafii, sebelum pulang kerahmatullah beliau menunaikan kewajibannya untuk mentarbiyah istrinya. Sehingga semua 'isi kepala' sang suami sudah di copy paste ke kepala sang istri. Setelah kepergian suaminya, sang ibulah yang mengambil peran utama mentarbiyah seorang anak yang masih belia hingga berhasil menjadikannya orang besar dan imam bagi ummat.
2. Sinergi
Cita cita besar membentuk keluarga qurani tidak mungkin terwujud jika dilakukan oleh single fighter. Sendirian. Tidak ada amal jamai. Suami bersemangat menerapkan aktifitas qurani, istri tidak mendukung. Atau sebaliknya istri semangat, suaminya malah menghambat. Jika ini kondisinya mustahil cita cita besar membentuk keluarga qurani dapat terwujud. Semua pihak harus bersinergi untuk mensukseskan program qurani yang telah dibuat. Entah suami,istri,anak,mertua,orangtua,tetangga semua harus terlibat mensukseskannya. Kalau tidak mau mendukung, minimal jangan menghambat dan menghalangi cita-cita besar ini.
3. Jadikan Rumah = Masjid
Keberhasilan membina sebuah keluarga qurani sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan. Terutama lingkungan yang terdekat dengan kita yaitu rumah. Jadikan rumah kita sebagai sumber ilmu dan ibadah. Ibarat sebuah masjid, didalamnya selalu dipenuhi dengan nuansa ilmiyah dan ubudiyah. Hari-harinya dihiasi dengan indahnya mendirikan solat, tilawah al quran, membaca buku, tausiyah, berlomba dalam kebaikan dan prestasi. Jangan jadikan rumah kita ibarat kuburan. Sepi, angker, banyak syetan. Karena didalamnya jarang terdengar suara Quran, justru lebih sering terdengar suara musik dangdutan. Jika kita perhatikan, diantara kesuksesan orang orang besar ternyata lebih didominasi oleh keberhasilan pendidikan di dalam rumahnya. Bagaimana suasana Baytiii Jannatii 'Rumahku surgaku' benar-benar bisa dirasakan. Masing-masing anggota keluarga sangat merindukan untuk pulang kerumah dengan suasananya yang nyaman dan tenteram. Ketika keluar rumah sudah mempersiapkan imunitas diri agar bisa mempertahankan nilai kebaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar